Kumpulan Permainan Khas Sunda Yang Hampir Punah

Berikut ini adalah permaiana khas Sunda yang sudah jarang kita temui bahkan hapir punah

1. Sorodot Gaplok


Permainan yang menggunakan batu sebagai alat permainannya ini adalah permainan tradisional khas Jawa Barat, dimana biasanya dimainkan oleh anak laki-laki saja. Sorodot Gaplok berasal dari dua kata, Sorodot yang berarti ‘meluncur’ dan Gaplok yang berarti ‘tamparan’. Jadi Sorodot Gaplok adalah permainan meluncurkan batu ke batu lainnya yang nantinya bisa menimbulkan suara ‘plok’ seperti suara tamparan.

Permainan ini bisa dimainkan oleh dua orang atau lebih, yang penting jumlahnya genap. Karena kalau lebih dari dua orang biasanya akan dibagi menjadi dua tim yang jumlah anggotanya sama. Setelah dibagi dua tim, kita harus menentukan tim mana yang main duluan dan tim mana yang kebagian jaga, biasanya dengan cara suit.

Setelah itu kita tinggal membuat garis di lantai atau tanah sebagai tempat meletakkan batu secara berdiri. Kemudian buat garis lagi untuk tempat lemparan batu bagi tim yang bermain. Jarak kedua garis itu biasanya sekitar 3-5 meter. Yang terakhir jangan lupa kita siapkan juga batu yang tidak terlalu berat dan kalau bisa agak gepeng dan bisa diberdirikan supaya memudahkan kita sewaktu membawanya di punggung kaki.

Setelah semua siap, tim yang bermain lebih dulu akan berjajar di garis lempar. Secara bergiliran setiap anggota tim akan melemparkan batu yang diletakkan di atas punggung kaki mereka ke arah batu lawan yang sebelumnya diletakkan secara berdiri. Melemparnya juga tidak sembarang melempar, kita harus mendekati garis lempar dengan cara ‘engklek’ terlebih dulu sebelum nantinya ‘menyorodotkan’ batu itu.

Jika si pelempar tidak mengenai batu lawan, dia harus melempar batu itu lagi dari tempat batu itu jatuh. Tapi kali ini dia harus melempar melalui kedua kolong kaki dengan tangan. Jadi dia harus jongkok dan melemparkan batu itu melewati kolong kakinya. Tim pelempar harus menjatuhkan semua batu lawannya untuk menjadi pemenang karena kalau tidak tim mereka akan giliran menjadi tim penjaga.

Seperti disebut di awal tadi, permainan Sorodot Gaplok ini memiliki unsur edukasi yang sangat kuat. Karena ternyata permainan ini bisa melatih kerjasama tim, meningkatkan jiwa sportifitas dan juga bisa melatih konsentrasi seseorang. Selain itu permainan ini juga bisa melatih kepemimpinan serta ketangkasan seseorang loh Sobat Djadoel. So, Ayo Bermain Sorodot Gaplok lagi sekaligus bernostalgia!

2. Engklek/Pecle(Sunda)


Sekarang ini banyak sekali permainan modern yang bisa kita mainkan, mulai dari game di tablet sampai berbagai video game di komputer, baik yang online maupun offline. Dibalik menjamurnya permainan modern saat ini, ternyata masih ada beberapa permainan tradisonal yang banyak dimainkan oleh anaka-anak zaman sekarang, terutama anak-anak di pelosok desa. Salah satu permainan tradisional tersebut adalah engklek.

Engklek adalah permainan tradisional yang sangat populer di Indonesia, banyak anak-anak yang memainkannya. Saking populernya, banyak orang Indonesia yang menganggap engklek sebagai permainan khas tradisonal Indonesia. Padahal sebenarnya engklek ini berasal dari negeri Pizza, Italia, tepatnya dari Kota Roma.

Di Roma sendiri permainan ini disebut dengan Hopscotch yang berasal dari kata Hop (melompat) dan scotch (garis-garis), karena memang cara bermainnya adalah dengan melompat diantara berbagai garis yang digambar di tanah. Awalnya permainan ini digunakan untuk melatih kekuatan, kecepatan dan stamina para prajurit Roma dalam upaya penjajahan di Glasgow, Skotlandia. Saat itu arenanya sendiri dibuat dengan ukuran yang sangat besar, 31 meter.

Setelah Glasgow jatuh ke tangan Roma, para tentara Roma kemudian mengajarkan berbagai gaya hidup orang Roma termasuk mengajarkan anak-anak Glasgow untuk bermain Hopscotch. Permainan ini kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia dan menjadi permainan yang sangat populer di kalangan anak-anak Amerika, Asia dan Eropa.

Nama engklek atau sondah juga diduga berasal dari kata zondag-maandag. Kata itu berasal dari Belanda yang kemudian menyebar ke nusantara pada zaman kolonial. Pada zaman penjajahan, kerap dijumpai anak-anak perempuan Belanda yang bermain sondah. Hingga setelah Indonesia merdeka dari penjajahan, permainan tradisional ini tetap bertahan dan menjadi semakin populer di kalangan anak-anak kecil di Indonesia.

Oleh karena itu, di Indonesia sendiri permainan ini bisa kita jumpai mulai dari Sabang sampai Merauke. Namanya juga berbeda-beda di setiap tempatnya, di Jawa permainan ini disebut engklek, di sebagian Jawa Barat ada yang menyebutnya sondah, orang Palembang menyebutnya cak engkle, di Manado disebut enge-enge, dan masih banyak lagi sebutannya. 

3. Perepet Jengkol


Perepet jengkol jajahean

Kadempet kohkol jejeretean

Eh jaja eh jaja eh jaja eh jaja

Bagi sebagian masyarakat Sunda lagu di atas sudah tidak asing lagi di telinga mereka, tapi bagi masyarakat lainnya belum tentu tahu sebenarnya itu lagu apa sih? Djamandoeloe.com kali ini akan mengulas sedikit tentang permainan jaman dulu di daerah Sunda, ya salah satunya adalah permainan perepet jengkol seperti lagu di atas. Sobat Djadoel pasti tahu kan jengkol itu apa? Hehe… Itu loh makanan yang wanginya semerbak ^^

Meski nama permainannya adalah perepet jengkol tapi sebenarnya dalam permainan tersebut sama sekali tidak melibatkan jengkol. Setelah djamandoeloe.com cari tahu sana sini tidak ada yang tahu kenapa permainan ini dinamakan perepet jengkol, yang pasti permainan ini sudah ada sejak dulu. Malah konon katanya pada zaman dulu permainan ini biasanya dimainkan ketika malam terang bulan. Jadi, waktu dulu saat terang bulan seperti itu anak-anak kampung akan keluar rumah untuk bermain di halaman.

Perepet jengkol ini dilakukan sedikitnya oleh tiga orang, namun akan semakin ramai kalau dimainkan oleh lebih dari tiga orang. Cara bermainnya seperti ini:

1. Para pemainnya berdiri sambil membelakangi temannya masing-masing kemudian para pemainnya saling berpegangan tangan atau merangkul juga boleh asal saling mengikat saja.

2. Setelah itu, salah satu kaki setiap pemainnya diangkat kemudian dikaitkan dengan kaki pemain lainnya yang diangkat juga, kaki mereka tersebut dianyamkan hingga kuat. Jadi, kaki pemain yang satu dengan pemain yang lainnya saling terkait.

3. Kalau pertahanan kakinya sudah kuat, masing-masing pemain harus menjaga keseimbangganya agar tidak terjatuh dan satu per satu mulai melepaskan tangannya.

4. Jika sudah seperti itu, semua pemain meloncat-loncat bergerak berputar ke arah kanan atau kiri tergantung kesepakatan bersama. Sambil berputar semuanya melantunkan lagu yang ada di atas sambil bertepuk tangan.

5. Semakin lama putarannya akan semakin cepat hingga akhirnya keseimbangan para pemain tidak dapat dipertahankan lagi dan semuanya berjatuhan.

Tidak ada pihak yang dinyatakan menang atau kalah dalam permainan ini karena permainan ini hanya dimainkan untuk bersenang-senang. Meski begitu, permainan perepet jengkol memberikan sebuah pelajaran bagi kita, yakni mengajarkan kita untuk bisa bekerja sama dengan yang orang lain. Di saat kita bisa saling bekerja sama serta mendengarkan petunjuk satu sama lain maka keseimbangan itu pun akan terjaga dengan baik. Namun, di saat kita sudah lemah dan tidak lagi bisa diajak kerja sama, jatuhlah semuanya. Kurang lebih seperti itulah permainan tradisional daerah Sunda ini. Permainan zaman dulu itu tidak sembarang permainan tetapi selalu ada makna dibalik semuanya.

4. Cing Ciripit


Sebelum permainan dimulai, biasanya ada peraturan yang harus dilakukan terlebih dahulu. Misalnya, penentuan tim atau hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama permainan.

Seperti dalam bermain sepak bola, biasanya wasit akan melakukan tos dengan menggunakan koin untuk menentukan siapa yang berhak memilih bola atau tempat bagi yang menang. Nah, ternyata di tatar Sunda juga ada salah satu cara untuk memulai suatu permainan, namanya Cing ciripit.

Cing ciripit atau di sebagian daerah lainnya disebut emeng-emengan adalah sebuah judul lagu yang biasa dinyanyikan sebelum kita memulai permainan/ucing-ucingan. Lagu ini bisa kita pakai untuk mengiringi ritual menentukan orang yang nantinya akan jadi “kucing”.

Aturan mainnya pun sangat gampang, pertama biasanya anak-anak akan berkumpul membentuk lingkaran. Kemudian satu orang akan membuka telapak tangannya seperti kita sedang meminta sesuatu. Biasanya orang ini yang umurnya lebih tua atau yang punya jiwa kepemimpinan yang lebih.

Setelah itu anak-anak yang lain harus menempatkan satu jari telunjuknya di atas telapak tangan tadi. Setelah semua anak-anak menempatkan telunjuknya, mereka akan akan bernyanyi cing ciripit seperti di bawah ini.

Cing ciripit

Tulang bajing kacapit

Kacapit ku bulu paré

Bulu paré seuseukeutna

Jol, pa dalang mawa wayang, Jékjéknong!

Kalau lagu di atas diterjemahkan ke bahasa Indonesia kurang lebih seperti ini:

Cing ciripit

Tulang tupai kejepit,

Kejepit oleh bulu padi,

Bulu padi yang bagian tajam,

Jol, pak dalang bawa wayang, Jékjéknong !

Setelah lagu berakhir tepatnya saat kata Jejeknong, semua peserta harus siap-siap menarik jari telunjuknya, karena kalau jarinya bisa ditangkap oleh telapak tangan, nanti kita akan jadi “kucing” nya.

Sangat sederhana memang, tapi selain sebagai alat menentukan siapa yang jadi “kucing”, cing ciripit juga bisa menjadikan suasana lebih cair dengan gelak tawa dan nyanyian sebelum nantinya kita serius pada suatu permainan. Kadang juga cing ciripit ini berdiri sendiri sebagai sebuah permainan. Masih ada enggak ya anak zaman sekarang yang memainkan cing ciripit? Mungkin Sobat Djadoel dari generasi dulu masih pada ingat lagu cing ciripit. Selamat bernostalgia

5. Encrak


Permainan Tradisional Encrak ini dilakukan oleh dua hingga empat orang anak wanita dengan menggunakan kerikil atau biji-bijian, dari kerikil tsb. diambil salah satu buah sebagai kokojo, permainan dilakukan dengan cara membalikkan telapak tangan yang mewadahi kerikil, sehingga tertumpah, dan diupayakan tertahan oleh punggung tangan kemudian kokojo tsb dilempar keatas dan ditangkap kembali, pada saat kokojo ada diudara kerikil yang berserakan diambil satu persatu atau lebih, pergantian pemain dilakukan apabila kerikil tsb tidak dapat di tangkap.

Permainan anak tradisional ini sudah sangat jarang sekali dimainkan saat ini.

6. Ucing Galah / Galasin


Sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Dan cara permainan ini sangat sederhana pula. Caranya menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik—dalam area lapangan yang telah ditentukan. Mudah tapi sulit bila saat melakukannya. Perlu ketangkasan dan kecermatan agar tidak tertangkap oleh lawan.

Permainan ini sangat mudah dimainkan dan ditemukan lho? Permainan ini juga tidak perlu butuh tempat atau dibuat kembali. Jika ada lapangan bulu tangkis (badminton) permainan pun sudah bisa dimainkan dua group! Dan patokannya adalah acuan garis-garis yang ada. Nggak terlalu ribet digunakan bukan? Hanya cukup menggunakan lapangan bulutangkis.

Dan cara permainnya seperti ini;

Permainan galasin ini terbagi dua group. Grup pertama—yang menjaga garis batas horizontal dan garis batas vertikal. Mungkin Anda akan tahu dan hafal jika Anda sering melihat lapangan bulutangkis. Seperti itulah ukurannya permainan ini!

Lalu dilanjut anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang). Maka orang ini mempunyai jalan untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan.

Permainan ini memang sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.

Lain di kampung saya lain pula di Makasar. Jika kota angin mamiri ini disebutnya main asing. Seorang pemain bertindak sebagai peluncur (kapten). Halnya sama deengan permainan galasin! Permainan ini seru untuk melatih ketangkasan, strategi, kecepatan, dan kecerdikan pula.

Sungguh sangat indah jika merunuti kenangan-kenangan masa kecil saya kala itu. Apalagi jika mengingat saya bermain galasin. Saya sering kali tertangkap oleh lawan. Karena saya lebih banyak bengongnya.Hehe. Hingga group saya kalah akhirnya namun mengesankan.


7. Perang Gobang

Perang gobang adalah...mengikuti seperti Zoro...gobang dalam bahasa sunda berarti pedang...gobang yang di pakai adalah terbuat dari bambu yang di raut dan menyerupai buat bermain anggar...permainan ini di bagi dua kelompok...dan saling beradu seperti anggar..dan yang kalah ya adalah jika kaki telah terkena gobang...permainan ini lumayan aga berbahaya...karena kaki kita jika kalah terpukul oleh bambu...dan sakit....

8. Kobak


Kobak atau logak yaitu lubang kecil yang dangkal. 
Perlengkapan alat yang digunakan dalam permainan ini beberapa gundu dan lobang kecil yang dangkal sebagai sasaran untuk mencapai kemenangan. 
Dilakukan oleh anak-anak atau remaja laki-laki antara 2 sampai 5 orang dan bermain perorangan. Tempat bermain di ruang terbuka yang cukup luas. 
Permainan ini suka memakai taruhan uang atau karet gelang. Permainan ini di samping sebagai hiburan juga melatih kecermatan dan ketangkasan melempar. Permainan ini terdapat Kabupaten Bandung, Garut, Cianjur, Bogor dan sekitarnya.
permainan ini dahulu sering di lakukan pada saat bulan puasa...sambil ngabuburit...nunggu adzan magrib.walau pun sebenarnya adalah permaina judi...dan kami harap semoga tulisan ini jangan di jadikan infirasi..tapi hanya untuk mengenang masa lalu.....

9. Congklak


Permainan ini umumnya digemari kaum wanita tua, muda dan anak-anak, dilakukan dikala waktu senggang. 
Alat yang diperlukan sebuah congkak terbuat dari kayu/plastik beserta 98 butir biji-bijian atau kewuk/lokan. 
Permainan dilakukan oleh 2 orang dapat dilakukan di lantai atau di atas meja. Permainan congkak melatih keterampilan menghitung dan melatih tanggung jawab pada diri sendiri dan rasa setia kawan.

10. Gatrik


Gatrik atau Tak Kadal pada masanya pernah menjadi permainan yang populer diIndonesia. Merupakan permainan kelompok, terdiri dari dua kelompok.
Permainan ini menggunakan alat dari dua potongan bambu yang satu menyerupaitongkat berukuran kira kira 30 cm dan lainnya berukuran lebih kecil. Pertama potongan bambu yang kecil ditaruh di antara dua batu lalu dipukul oleh tongkat bambu, diteruskan dengan memukul bambu kecil tersebut sejauh mungkin, pemukul akan terus memukul hingga beberapa kali sampai suatu kali pukulannya tidak mengena/luput/meleset dari bambu kecil tersebut. Setelah gagal maka orang berikutnya dari kelompok tersebut akan meneruskan. Sampai giliran orang terakhir. Setelah selesai maka kelompok lawan akan memberi hadiah berupa gendongan dengan patokan jarak dari bambu kecil yang terakhir hingga ke batu awal permainan dimulai tadi. Makin jauh, maka makin enak digendong dan kelompok lawan akan makin lelah menggendong.

No comments for "Kumpulan Permainan Khas Sunda Yang Hampir Punah"