Kesenian Badud, Desa Margacinta, Kab. Pangandaran

Kesenian tradisional Badud yang berada di Desa Margacinta, Kec. Cijulang, Kab.Pangandaran telah ada sejak lama dan tidak diketahui secara pasti angka tahunnya. Pada awalnya, pergelaran seni Badud menjadi bagian dari ritual saat panen tiba, yaitu pada sesi iringan masyarakat membawa hasil panen ke lumbung yang ada di desa. Sesi tersebut pernah tercatat angka tahunnya, yaitu 1928 (Ruswendi, tt: 5). Namun demikian, menurut penuturan Aki Ardasim dan Aki Ijot, Badud diperkirakan sudah ada sejak tahun 1880 di Dusun Margajaya.

badud

Pergelaran seni Badud untuk meramaikan ritual panen pada waktu itu, tepatnya menurut Sukinta adalah tahun 1950 (Ruswendi, tt: 7), materi peran kemudian ditambah dengan mengenakan atribut topeng binatang seperti lutung, kera, anjing hutan, harimau, dan babi hutan yang dibuat dengan bahan seadanya. Dengan gerak tari menirukan gerak binatang sesuai dengan topeng yang mereka kenakan, rombongan seni badud berjalan mengiringi rombongan petani yang membawa hasil panennya ke lumbung di desa mereka. Selain itu, seni Badud juga menjadi bagian dari salah satu cara mengusir hama padi. Perihal pengusiran terhadap binatang yang dianggap mengganggu juga memfungsikan seni Badud pada saat musim penebangan pohon atau menanam benih pada satu lobang dengan iringan bacaan mantra dan doa serta berbagai sesuguhan (rujak bunga ros, rujak pisang, telur, daging mentah, gula batu, rokok cerutu, rokok bangjo, rokok (berwarna) coklat masing-masing dua batang, dan lain-lain) agar diberikan kelancaran.

Untuk menambah ketertarikan masyarakat, seni Badud kemudian disandingkan dengan seni debus yang menggunakan gerakan silat. Sandingan Debus tidak bertahan lama, namun unsur mistis dalam bentuk trans (kesurupan) masih tetap dipertahankan. Perkembangan berikutnya, sejak sistem panen menjadi dua atau tiga kali dalam setahun, Badud tidak hanya diperuntukan sebagai iringan hasil panen (padi), tetapi juga difungsikan sebagai pengiring atau hiburan dalam acara khitanan, pernikahan, dan turun mandi.

Seni Badud sedikit demi sedikit semakin terancam punah setelah masuknya jenis kesenian lain yang semakin mendapat perhatian masyarakat setempat. Dan, puncaknya, sekitar tahun 1990-an, seni badud sudah tidak lagi dipentaskan karena sudah kalah bersaing dengan jenis kesenian lain yang dianggap lebih menarik oleh masyarakat. Baru pada tahun 2013, setelah Cijulang menjadi bagian dari pemekaran Kabupaten Pangandaran, seni badud kembali diperkenalkan dan direvitalisasi. Kostum binatang yang dahulu dibuat ala kadarnya, saat ini sudah dibuat semirip mungkin dengan binatang sesungguhnya (Andi Nurroni, 2016).

Waditra kemudian menjadi semakin beragam, yaitu terdiri dari 8 angklung, 6 dogdog. Materi pentas ditambah dengan unsur teatrikal. Ada cerita di dalamnya berikut tambahan pemeran, yaitu dua barongsay dan ditambah dengan sepasang kakek nenek serta beberapa orang yang mengenakan kostum hewan. Biasanya peran kakek dan nenek berfungsi sebagai selingan yang memancing gelak tawa penonton. Oleh karena itu, saat adegan tersebut, ada interaksi antara pemain dan penonton. Adapun unsur tari yang ada dalam seni Badud hanyalah penyesuaian gerak yang tidak diatur dalam sebuah pedoman baku. Hanya tiruan gerak binatang ataupun gerak tari yang dilakukan dengan spontan tanpa ada pelatihan terlebih dahulu.

Sumber:

Ruswendi Permana, tt, “Kesenian Tradisional Badud di Kecamatan Cijulang Kabupaten Ciamis”, makalah, Bandung: UPI Bandung.
Asep Zery Kusmaya, 2014, “Perkembangan dan Sistem Pewarisan Kesenian Angklung Badud di Cijulang Pangandaran”, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Andi Nurroni, 2016, “Ficer: Seni Badud Menolak Punah”, dalam http://swarapangan daran.com/seni-badud-menolak-punah/ Senin, 8 Agustus 2016 – 20:40
Fuji E Permana, 2016, “Sejarah Seni Badud dari Kampung Badud”, dalam http:// nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/03/07/o3mq6j361-sejarah-seni-badud-dari-kampung-badud, Senin , 07 March 2016, 01:03 WIB

6 comments for "Kesenian Badud, Desa Margacinta, Kab. Pangandaran"

  1. Baru tau dari ulasan ini kalau pangandaran punya budaya yang sungguh luar biasa, unik, memberikan pesan moral dan melekat unsur kesundaannya seperti menggunakan alat musik dog-dog dan ditambah dialog lawakan kedua badud ini, saya optimis kesenian ini bisa menarik wisatawan asing sehingga meramaikan cagar budaya pangandaran.

    Saya sangat kangen dengan kesenian kesenian pasundan semacam ini, semoga bisa dipertemukan dengan rombongan badud pangandaran.

    ReplyDelete
  2. Mantap Kali, lika-liku kesenian badud dari jawa barat ini. Sempat hilang puluhan tahun lamanya dan alhamdulillah kembali lagi di tahun milineal ini.

    Dan juga gak kalah bagusnya dengan kesenian REOG ponorogo di jawa timur atau kesenian SRIMULAT hehehe.

    Smeoga kesenian seperti ini bisa tetap lestari dan subur peminat. Mantap sekali kang

    ReplyDelete
  3. semoga kesenian-kesenian yang ada di indonesia semakin berjaya lagi dan makin di kenal oleh anak muda kaum milinial

    ReplyDelete
  4. Seni Badud ini harus selalu dilestarikan supaya tetap dikenal masyarakat.. apalagi kesenian ini cukup unik yang disertai dengan adegan debus yang pastinya membuat tegang penonton

    ReplyDelete
  5. Saya bangga terhadap keseninan wilayah sendiri Jawa Barat, semoga kesenian tari badud ini bisa lestari dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita

    Thanks mas infonya

    ReplyDelete
  6. Setelah membaca artikel ini, saya baru mengetahui pangandaran mempunyai budaya seni badud yang unik saya hanya mengetahui pantai saja hehe, dan tarian pun menarik tidak ada latihan sama sekali langsung spontan, harus lanjut dikembangkan agar tidak punah

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan pesan jika anda mempunyai saran kritik ataupun pertanyaan seputar topik pembahasan.